Feb 26, 2020 | Berita |
“Global Warming” adalah topik yang diangkat pada hari Senin, 17 Februari 2020 di acara Suluh Lingkungan bertemakan Lestari Alamku, kerjasama Pengabdian Masyarakat di tahun 2020 antara Program Studi Magister dan Doktor Ilmu Lingkungan dengan RRI Pro 1, AM 801.
Acara yang dirintis oleh Prof. Sudharto P Hadi MES, Ph.D tersebut disiarkan setiap Senin malam jam 20.00-21.00 dua minggu sekali.
Global Warming
Pengertian Global Warming
Berdasarkan Agen Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat global warming dapat di artikan sebagai peningkatan suhu rata-rata di permukan bumi baik yang sedang berlangsung atau yang telah terjadi. Beberapa kejadian ini di pengaruhi oleh peristiwa efek rumah kaca di atmosfir bumi. Sehingga Global warming ini yang menjadi penyebab utama terjadinya perubahan iklim.
Asosiasi Energi Matahari New Mexico, Amerika Serikat, Menerangkan bahwa adanya peningkatan suhu atau temperatur rata-rata di atas bumi adalah dampak dari efek rumah kaca yang mana Efek dari rumah kaca ini ialah suatu kejadian terperangkapnya panas bumi karena terhalang oleh gas emisi seperti karbondioksida di atmosfir yang di hasilkan oleh Asap Knalpot kendaraan, polusi udara dari berabagai pabrik dan Industri serta kebakaran hutan.
Natural Resources Defense Council, mengartikan dari global warming merupakan suatu krisis lingkungan dan kemanusiaan terbesar yang telah terjadi atau sedang terjadi saat ini. Terjadinya panas di Atmosfer karena terperangkap berupa gas karbondioksida yang dapat mengancam terjadinya perubahan iklim serta bisa menimbulkan bencana yang buruk di beberapa belahan dunia.
National Wildlife Federation, menerangkan bahwasanya global warming adalah suatu peristiwa yang mana bumi semakin hari menjadi panas kemudian Hujan dan banjir semakin deras, badai menjadi semakin hebat dan terjadinya kekeringan semakin menjadi-jadi. Kejadian yang disebutkan tadi adalah dampak nyata yang terjadi akibat Pemanasan Global yang terjadi di atas permukaan bumi. Selain itu yang lebih parah adalah Global warming dapat mengubah landscape kehidupan di bumi dan mematikan banyak spesies.
Penyebab Global Warming
Tentu terjadinya Global warming atau pemanasan global ada penyebabnya, beberapa penyebab yang menjadikan Global Warming di bumi di antaranya adalah :
Model rumah/gedung kaca : Yang menjadi salah satu penyebab utama terjadinya Global Warming adalah adanya model rumah kaca baik di rumah, gedung atau tempat lainnya yang menggunakan Arsitektur bangunan kaca yang mana bukan menyerap malah membuat cahaya memantul ke udara, sehingga dampak dari Arsitektur rumah kaca ini sangat mempengaruhi dengan bertambahnya dan meningkatnya pemanasan global di bumi.
Pemborosan listrik : Mungkin kita tidak menyadari bahwasanya salah satu penyebab terjadinya pemanasan global adalah Boros Listrik sehingga solusi terbaik mengurangi dampak dari Pemanasan Global adalah dengan menghemat listrik.
Bahan bakar : Selain dari penyebab diatas beberapa di antaranya adalah Bahan bakar, dimana kendaraan yang menghasilkan asap berasal dari bahan bakar yang di gunakan.
Polusi udara dari Industri dan Pabrik : Penyebab lainnya yang menjadikan bumi menjadi semakin panas akibat Global Warming adalah karena makin bertambahnya industri dan pabrik. Selain dari sisi nilai positif dari pabrik dimana memberikan peluang dengan membuka lapangan pekerjaan serta mensejahterakan masyarakat, akan tetapi memiliki nilai negative dimana asap yang di hasilkan dari pabrik dan industri sangat merugikan eksitensi bumi.
Hutan gundul : Terjadi karena banyak penebangan hutan secara liar atau illegal tanpa memiliki izin dari pemerintah. Padahal melihat dari fungsinya, hutan sangat banyak sekali manfaatnya seperti mencegah banjir. Selain itu Hutan bisa mereduksi suhu panas di bumi yang semakin hari semakin meningkat. Salah satu sumber terpercaya menjelaskan bahwasanya Pemanasan Global semakin meningkat sekitar 50% dan penyebabnya adalah CO2 atau karbondioksida. Dimana hasil dari emisi tersebut terjadi dari hasil kerusakan atau pembakaran hutan.
Konteks Kebijakan Publik
DALAM KONTEKS hukum , Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) dan perjanjian pelengkap dari Protokol Montreal tentang Zat-Zat yang Menguras Lapisan Ozon adalah instrumen peraturan hukum. UNFCCC Pasal 4 bagian 1 mengatur inisiatif ilmiah, teknologi, teknis, sosial ekonomi dalam penelitian, pengamatan, dan pengembangan data tentang emisi antropogenik ke atmosfer.
Untuk mempengaruhi regulasi yang diinginkan dari jumlah gas rumah kaca yang dilepaskan ke atmosfer membutuhkan aturan hukum tentang apa yang diizinkan atau tidak, dan dimasukkannya fitur pengaturan dalam peralatan dan proses atau aktivitas untuk mengendalikan emisi zat yang relevan ke dalam atmosfer.
Atmosfer dan fitur-fitur planet lainnya beroperasi sesuai dengan hukum yang telah diartikulasikan dalam istilah ilmiah. Hukum ilmiah ini antroposentris dalam perspektif mereka dan dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi di mana kehidupan manusia berlanjut di planet ini. Kondisi dominan undang-undang di mana planet ini menentukan atau mengatur kehidupan manusia dan kegiatannya terkait tetapi berbeda dari operasi pengaturan hukum manusia neoklasik.
Hukum antropo-sentris adalah hukum yang dibuat oleh orang untuk orang dan properti mereka. Ini adalah tindakan orang dan properti mereka yang memiliki konsekuensi untuk pemanasan global dan perubahan iklim. Atau, pemanasan global dan perubahan iklim terjadi di persimpangan hukum planet ini yang biasanya dirasakan dalam konteks hukum ilmiah dan hukum antroposentris perilaku manusia.
Kebijakan di Indonesia
Di Indonesia hal itu dapat dilihat dari ambiguitas sikap pemerintah, yang disatu sisi sepakat pada skema global untuk mencegah deforestasi dalam rangka menjawab masalah pemanasan global, disisi lain izin-izin alih fungsi lahan menjadi perkebunan skala besar (khususnya sawit) masih banyak diberikan pemerintah
WALHI jauh-jauh hari mengkampanyekan soal Moratorium Logging (Jeda penebangan hutan), kampanye tersebut dimulai tahun 2001, Konsep moratorium logging dinilai lebih tepat dibandingkan hanya dengan melakukan perubahan dari hutan menjadi perkebunan besar.
Ancaman REDD terhadap hak masyarakat Indonesia diperhatikan oleh beberapa LSM nasional maupun internasional. Pada bulan Februari ini, sembilan LSM Indonesia (termasuk WALHI) dan satu LSM internasional meminta UNCERD (UN Commission on the Elimination of Racial Discrimination) mempertimbangkan ulang keadaan masyarakat Indonesia di bawah prosedur early warning and urgent action (peringatan awal dan tindakan urgen) lewat pengiriman surat yang mengungkapkan kecemasan mengenai kegiatan persiapan REDD Indonesia yang mutlak gagal memenuhi kewajibannya di bawah UNDRIP (UN Declaration on the Rights of Indigenous Peoples).
Draft Peraturan REDD diacu diatas juga memberikan tata pedoman bagi keterlibatan masyarakat hukum adat dalam suatu skema REDD. Seperti dinyatakan di dokumennya, persyaratan untuk hutan adat adalah:
- Memiliki Surat Keputusan Menteri sebagai pengelola hutan adat;
- Memperoleh rekomendasi untuk pelaksanaan REDD dari Pemerintah Daerah;
- Memenuhi kriteria dan indikator lokasi untuk pelaksanaan REDD;
- Memiliki rencana pelaksanaan REDD.
Peraturan ini dengan jelas menempatkan penguasaan REDD di tangan Menteri Kehutanan. Memandang sikap Menteri terhadap masyarakat adat Indonesia sejauh ini, ada ancaman berat bahwa masyarakat adat akan tetap dipinggirkan oleh program REDD. Peraturan yang ada tidak memberikan ruang bagi masyarakat adat untuk melatih dan menikmati haknya secara penuh.
Kearifan lingkungan yang ada di Indonesia
1. Sistem Sasi
Meski memanfaatkan kekayaan laut, masyarakat Maluku dan Papua tidak serakah dalam mengambil hasil laut kerena mereka memiliki sistem Sasi. Sistem Sasi adalah pengaturan waktu bagi penduduk setempat untuk mengambil hasil laut di wilayah adatnya. Penduduk hanya boleh menangkap ikan pada saat-saat tertentu. Dengan demikian, flora dan fauna laut bisa memperbaharui diri dan berkembang biak dengan baik.
2.Ilmu Tiga Hutan
Bagi suku Sakai di Riau, hutan adalah harta yang harus dirawat sebaik-baiknya. Suku Sakai membagi wilayah hutan mereka menjadi tiga bagian yaitu hutan adat, hutan larangan, dan hutan perladangan. Di hutan adat, penduduk hanya boleh mengambil rotan, damar, dan madu lebah, tanpa menebang pohonnya. Sedangkan hutan larangan sama sekali tidak boleh diusik. Sementara hutan perladangan boleh ditebang untuk dijadikan ladang tapi tidak semua pohon boleh ditebang, misalnya pohon sialang yang menjadi tempat bersarangnya lebah madu.
Penduduk yang melanggar aturan akan dihukum, misalnya didenda atau diusir dari wilayahnya. Hukuman berlaku untuk semua orang, bahkan bathin atau kepala suku yang tertangkap melanggar aturan akan dicopot kedudukannya.
3. Ilmu Pamali
Pamali dalam bahasa Sunda berati tabu alias tidak boleh. Aturan ini tidak tertulis tapi sangat dipatuhi oleh masyarakat Kampung Naga di Tasikmalaya. Penduduk Kampung Naga percaya jika melanggar adat hidupnya tidak bakal selamat. Peraturan tersebut di antaranya tidak boleh mengusik Leuweng Larangan atau Hutan Larangan. Karenanya, penduduk membiarkan pohon tumbang di hutan sampai membusuk. Mereka juga tidak berani menangkap binatang di hutan. Ilmu Pamali membuat hutan mereka tetap lestari.
4. Ilmu Perladangan Gilir Balik
Suku Dayak Bantian di Kalimantan Timur menanam padi, sayuran, rotan, dan buah-buahan di hutan. Mereka menggunakan sistem perladangan gilir balik. Mereka membuka hutan untuk dijadikan ladang selama 2 tahun, setelah itu mereka mencari ladang baru dan membiarkan ladang lama menjadi hutan kembali. Begitu seterusnya dan tidak semua hutan boleh dijadikan ladang.
Ada pula wilayah hutan yang hanya boleh diambil hasilnya. Buah-buahan hutan yang tidak termakan oleh penduduk, dibiarkan di hutan agar dimakan oleh satwa liar.
5. Ilmu Pikukuh
Pikukuh bagi masyarakat Baduy di Banten adalah aturan yang harus ditaati oleh warganya dan oleh pengunjung yang datang. Aturan itu antara lain, dalam pertanian dilarang menggunakan teknologi kimia seperti pupuk buatan dan racun pemberantas hama.
Penduduk juga dilarang menubai atau meracuni ikan di sungai, mandi memakai sabun, gosok gigi dengan pasta gigi, membuang kotoran di sembarang tempat, dan lain sebagainya. Pikukuh membuat masyarakat Baduy hidup berdampingan dengan alam. Mereka tidak mau mencemari alam dan berusaha menjaga kebersihan serta kemurnian alamnya.
Feb 19, 2020 | Berita, Riset Pengabdian |
Program Studi Doktor Ilmu Lingkungan telah melaksanakan Ujian Kelayakan Disertasi Mahasiswa DIL atas nama Ari Dina Permana Citra (DIL 09) pada hari Kamis tanggal 13 Februari 2020 pukul 15.30 WIB di Ruang Soediro Gedung TTB A Lantai. 1 Sekolah Pascasarjana Universitas Diponegoro. Disertasi dengan judul “Pengelolaan Limbah Cat Pada Industri Kemasan Plastik Kecantikan Dengan Pendekatan Teknologi dan Life Cycle Assesment (LCA)” diuji oleh :
- Prof. Dr. Ir. Purwanto, DEA
- Dr. Henna Rya Sunoko, Apt., MES
- Dr. Sudarno, S.T., M.T. (Univ. Tidar Magelang)
- Prof. Dr. Ir. Syafrudin, CES, M.T.
- Dr. Ing. Sudarno, M.Sc
Hasil Ujian Kelayakan Disertasi tersebut adalah
LULUS dan dapat melanjutkan ke tahap selanjutnya
Komentar Terbaru